Membuka...

Trilogi: Amicus Curiae PHPU 2024, Negarawan Dan Batin Rakyat



















Saat ini, politik sedang mengajukan topik perdebatan tentang perilaku etik, padahal banyak dalam politik dan science masalah etika selalu lapuk oleh kepentingan, negara menjadi objek penderita dengan asupan ideologi melalui metode yang tidak jelas sehingga menjadi anomali di tubuh rakyat.

Dengan kata lain, logika sistem kepartaian di Indonesia turut menjadi faktor besarnya kekuasaan legislasi yang dimiliki oleh rumpun eksekutif, dan sebaliknya kendali kepentingan atas peran legislatif.

Kongres Advokat Indonesia sempat menyelesaikan masalah etik bersama Mahkamah Konstitusi, dan ia prinsipnya akan selesai hanya berdasarkan saling pengertian.

Kita tidak sedang mencari jalan tengah melainkan ingin mengetahui pendirian negarawan untuk menyelesaikan anomali demokrasi dalam kerangka republik, sebagai hukum.

Bagaimana pendapat para ahli, Stepen & Skach, Levistsky & Ziblatt penulis tolak sebab pendapat Khelda Ayunita, Martitah, Mahfud dan Jimly penulis acu dalam catatan ini lebih realistis.




Dalam perkembangannya lahir pengalihan issue atau boleh dikatakan pelimpahan tangung-jawab keputusan politik ke ranah Yudikatif dimana sengketa pemilu dibebankan kepada pengadilan.

Dalam konteks kekuatan politik maka pengadilan merupakan cabang kekuasaan terlemah sehingga tentunya harus membatasi diri dari perkara-perkara yang bersifat politis

Hans Kelsen, Hirschl, Hammilton dan Jonghyun Park intinya mengatakan bahwa fenomena judicialization of politics dapat menghancurkan nilai-nilai negara hukum (rule of law).

Dari pemikiran Chief Justice Wells, kali ini penulis sebagai manusia hukum dengan profesi Advokat membuat amicus curiae terbuka untuk Mahkamah Konstitusi sebagai anti-tesa dari Amicus Curiae lainnya.

Urusan politik itu masalah main-main oleh karena itu jangan dibawa ke ranah hukum, apalagi pengadilan, demi kesehatan dan edukasi masyarakat.




Akar dari konsep independensi kekuasaan kehakiman adalah doktrin pemisahan atau pembagian kekuasaan dari Aristoteles yang dilengkapi kemudian oleh Monstesquieu, yang menjadi conditio sine quanon sebagai jaminan kebebasan dan tameng kendali dari gilasan roda pemerintahan negara.

Mengutip pendapat I Dewa Gede Palguna sepanjang yang bersesuaian dengan konteks tulisan ini mengenai penafsiran non-originalism dan terafirmasi oleh Justice Brennan.

Berbicara soal landmark decisions atas keselamatan demokrasi, Tata Negara kita pernah menerapkan beberapa jenis antara lain demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan demokrasi Pancasila.

Demokrasi apa yang dimaksud yang diklaim telah rusak oleh perilaku politik pemenang pemilu kali ini atau subjek lain?

Bagaimana Demokrasi Orwellian menjadi varian faktor jebakan fasisme?

Perjuangan Politik Demokrasi Ataukah Hukum Yang Mabuk Pesta Demokrasi?